Menulis

Saya sungguh kesulitan mengumpulkan semangat menulis belakangan ini. Rutinitas hampir menelan bulat-bulat waktu yang saya miliki. Ah, tapi kalau dipikir dalam-dalam, mungkin saya saja yang tak punya tekad. Mungkin belum segitu cintanya saya pada urusan tulis-menulis. Masih dangkal dan penuh prasyarat.

Suka berkelit, tak pernah kehabisan alasan. Aih, memalukan sekali.

14 Maret Tahun Kedua

Apa kabar Istriku?

Tidak terasa hari ini sudah kembali bertemu 14 Maret. Setahun lalu saya merapal doa agar di empat belas maret berikutnya, saya dan kamu sudah di bawah atap yang sama. Dan itu benar terjadi. Amboi, betapa beruntungnya saya berbagi kisah dengan kamu sejak 14 Maret tahun lalu. Bukankah begitu?

Cerita kita mungkin hanya begitu. Bertemu di tempat kerja, lalu jatuh cinta kemudian menikah. Bukan cerita yang syahdu untuk dituturtinularkan kepada para pendamba cerita antara Adam dan Hawa. Tapi biarlah, toh kita juga yang memegang kuas, terus saja warnai sampai tangan sudah tak bisa digerakkan lagi. Hanya saya dan kamu saja yang perlu tahu cerita utuhnya. Seperti tentang kegemaran saya mendengar bunyi buang anginmu. Betapa melodisnya, dan tak berlebihan jika saya sebut itu simfoni. Tapi tentu saja, hanya saya dan kamu saja yang perlu tahu.

Saya minta maaf, saat ini saya masih sering terantuk-antuk menjadi suami. Masih sering membuat hatimu terluka. Dan juga banyak tidak becusnya, memasang gas LPG saja harus riset berjam-jam di Google dan mengintip lama-lama di saluran Youtube. Maklum, bagaimanapun saya hanya seorang suami yang jam terbangnya masih terbatas, yang kikuk melihat tabung hijau nan jelek itu. Walaupun begitu, tetap saja saya ingin terlihat gagah. Jadi ketika saya sok tahu biarkanlah sebentar.

Tapi jangan risau, sedikit demi sedikit saya berbenah, satu per satu menaruh kepingan di tempat seharusnya. Jangan bosan ketika saya sering merisak kamu. Karena setiap hari saya akan ada di depan kamu, tepat di depan mata kamu. Memang akan sangat menjengkelkan, bagaimanapun tetap tersenyumlah.

Selamat berulang tahun istriku tersayang. Semoga semakin berwelas asih, semakin berkah tiap detik yang dianugerahkan oleh Allah kepada kamu. Semoga di empat belas Maret berikutnya kita bisa menambah personil.

Saya mencintai kamu di saat kamu manis seperti permen kapas, saat kamu galak seperti cabai dan keadaan disaat berada di antaranya. Sekemput-kemputnya.

 

-Sambil mendengar lagu lama yang liriknya bagus, Al Green, Lets’ Stay Together

 

 

 

 

 

 

 

14 Maret

Dear Yuza Bunga Fitriani,

Bagaimana kabarmu?

Badanmu sudah tak lagi ungu?

Ada data yang belum sinkron?

Sudah bisa benar memakai gincu?

Haha, sudah..tak usah risau untuk perkara gincu. Itu tidak penting. Tanpa itu pun kamu sudah kelewat ayu. Amboi, beruntungnya kamu. Gadis seantero pulau dewata pasti iri dibuatmu.

Maaf kalau memang ucapan ini tak tepat waktu.Tapi semoga tepat untuk banyak hal selain itu.

Selamat berulang tahun,

Sudah bisa mencicil balasan kasih sayang Ayah Ibunda-mu juga Aa’ mu tercinta? Jika belum saya doakan segera.
Sudahkah menjadi kakak yang baik bagi kedua adikmu, Nisa dan Thoriq? Jika memang itu juga belum, saya doakan juga cepat.
Tentu, doa mencapai citamu tak akan lupa  saya sematkan. Semoga tercapai.

Jadilah Yuza Bunga Fitriani yang lebih baik.

Bai de wey, tahu tidak, adanya kamu di kantor kami suasana menjadi beda. Setidaknya bagi saya, seorang pengagum dari ruang server. Saya tak lagi sesuntuk dulu mendengar desingan berisik semriwing dari ruang sebelah. Tak bersungut-sungut ketika memulai pagi di kantor. Tak sebosan dulu melihat kiriman SPT dari Mbok Yudari, Farchan atau Septyan. Apalagi melihat muka Farchan.

Kadang memang kamu berbicara tanpa tedeng aling-aling, seblak sana seblak sini. Jujur. Tapi kamu bisa membuat lingkungan sekelilingmu jadi tempat yang lebih baik, lebih ceria, mungkin tepat dibilang lebih hidup. Menguar ke sana lalu menguar kemari. Menyasar saya pula. Sering senyum-senyum sendiri saya dibuatnya. Namun saya terlalu sibuk bersyukur bisa jatuh cinta lagi untuk mengeluhkan seblakmu yang kemana kemari itu.

Saya beritahu satu hal lagi,

kamu dulu mungkin terisak mendapat kabar penempatan nun jauh di Gianyar, namun diam-diam saya bersyukur siang malam sampai saat ini karena hal itu telah terjadi. Tak mungkin saya bertemu kamu jika kamu ditempatkan di Malang. Dan mungkin saya tidak akan pernah bisa memakaikan helm di kepalamu sewaktu berangkat kantor jika Malang definitifmu, dan itu satu hal yang belakangan secara diam-diam saya gemari. Tak mungkin juga saya bisa tahu kalau kerudung dekat jidat yang kusut bisa dirapikan dengan sekali tiup.

Buh. Ajaib. Sungguh.

Akhirul kalam,

entah sudah baik atau belum surat yang saya buat ini. Saya sendiri tak mafhum. Sekali lagi selamat ulang tahun, selamat ber-empat-belas-maret. Semoga empat belas maret berikutnya saya dan kamu sudah dalam satu naungan atap yang sama.

Sampai jumpa